Kamis, 19 Januari 2017

Emosi Histeris

#KampusFiksi 10 Days Writing Challenge Day 2 sudah dimulai!

Masih gak nyangka kemaren bakal setor postingan buat hari pertama hehehe, nah untuk hari kedua ini topiknya yaitu: Sebutkan 3 hal yang kemungkinan besar akan membuatmu histeris.

Histeris?
Selintas tau sih histeris itu apa, tapi pas mau dituliskan malah jadi bingung sendiri.
Di saat seperti ini mari kita coba pakai bantuan KBBI online.

histeris/his·te·ris/ /histéris/ a bersifat histeria: disambut dengan teriakan -- 

Hm... kok rasanya masih bingung ya.
Histeria? 
 
Histeria histeria daradiridara du~ 
(Itu Oetoriya lagunya C.N. BLUE woy!) 
 
Ah sudahlah mari kita coba cek definisinya di KBBI online lagi.

histeria/his·te·ria/ /histéria/ n Psi gangguan pada gerak-gerik jiwa dan rasa dengan gejala luapan emosi yang sering tidak terkendali seperti tiba-tiba berteriak-teriak, menangis, tertawa, mati rasa, lumpuh, dan berjalan dalam keadaan sedang tidur
 
Ng... kok masih belum mudeng ya. 
Oke oke, kalau dilihat dari pengertian juga konteks penggunaan kata histeris selama ini, sepertinya histeris yang dimaksud adalah keadaan (baik itu negatif maupun positif) yang dapat membuat kita meluapkan emosi, seperti dalam bentuk teriakkan, tangisan, tawa misalnya. CMIIW please.
 
Jadi mari kembali ke topik awal, tiga hal yang kemungkinan besar akan membuat saya histeris itu apa aja sih?
 
Sejauh ini rasanya banyak kejadian yang bisa membuat saya histeris baik dalam konotasi positif maupun negatif. Tapi kalau disuruh pilih tiga mungkin saya pilih ini karena terjadi dalam rentang waktu yang tidak begitu lama dan masih bisa saya ingat. 


1. Mendapat Review dari Pembaca
 
Setelah sekian lama membaca fanfic dan jadi sider akhirnya saya memberanikan diri untuk mempublish fanfic sederhana buatan saya di fanfiction.net (thx to MM). Fandom di sana sepi ditambah lagi fanfic buatan saya biasa aja makannya ada yang baca aja rasanya udah syukur, begitu pikir saya. Tapi ternyata pas saya iseng mengecek lagi saya malah menemukan review di sana. Rasanya bahagiaaaa banget! Apalagi pas dibaca kerasa pembaca yang memberi review tersebut mengetikkannya dengan sepenuh hati, rasanya pengen teriak histeris sambil loncat-loncat namun sayang karena saya sedang berada di tempat umum terpaksa harus ditahan dengan cara menutup mulut saya menggunakan sebelah tangan, sambil tersenyum-senyum sumringah di baliknya. 

2. Kematian Hewan Peliharaan

Tahun lalu, anak kucing yang saya pelihara mati. Kondisinya memang tidak baik sejak awal Papa membawanya ke rumah. Tubuhnya begitu kecil, usianya sekitar sebulan. Kasihan dalam usia segitu dia harus mengalami kecelakaan, kaki kanan depannya berdarah karena terlindas roda mobil, Papa yang waktu itu melihatnya segera membawanya ke rumah karena kebetulan saya juga sedang memelihara kucing di rumah. Jadilah anak kucing tersebut dirawat di sini. Banyak sekali peristiwa dan kenangan selama saya merawat anak kucing yang diberi nama Hachi oleh adik saya tersebut. Makanya, ketika tubuhnya mendadak lunglai ketika saya melihatnya di Subuh hari ke 25 merawatnya dan baru saya bisa bawa ke dokter siang sepulang dari kampus dan ternyata divonis oleh sang dokter bahwa akan sulit baginya untuk bertahan karena daya tahan tubuhnya memang buruk akibat tak adanya pengasuhan dari sang induk, saya langsung terisak dan pulang ke rumah. Saya langsung menumpahkan tangisan saya begitu sampai di rumah, sambil mencoba memberi pertolongan seadanya sesuai petunjuk dokter. Tapi, apa daya, dia memang tak sanggup bertahan lama. Begitu teriakkan sakaratul mautnya terdengar, tubuhnya mulai kaku. Mau bagaimana pun saya berusaha untuk memijit dadanya, dia tetap bergeming, kaku, mendingin. Saya histeris, tangisan saya semakin kencang. Selama sebulan hari-hari saya masih diiringi tangisan begitu kenangan tentangnya hadir menyeruak.
Dan, ah. Padahal ini sudah nyaris setahun sejak kematiannya, tapi saya masih menangis ketika mengetikkan ini. Itu membuatku berpikir, seandainya kematian kucing saja memberi dampak kesedihan yang sebegitu besarnya untuk saya, bagaimana nanti seandainya orang-orang yang saya sayangi pergi meninggalkan saya?

 
3. Konflik Hebat
 
Bisa dibilang saya ini tipe plegmatis, pecinta damai, lebih senang menghindari konflik. Saya tahu ini buruk, karena tak mungkin tak ada konflik di hidup ini. Saya takut untuk menyaksikan pertikaian dan pertengkaran hebat. Saya takut karena begitu menyaksikannya maka tubuh saya akan bergetar, dada menjadi sesak, tubuh lemas, rasanya ingin menangis dan berteriak histeris, dan kalau bisa pergi dari tempat itu secepatnya. 
Belakangan saya ketahui dari seorang teman bahwa itu merupakan trauma. 
Mungkinkah trauma itu terjadi karena kejadian yang saya alami di masa kecil?


Akhirnya saya selesai menuliskan ini. 
Rasanya penuh emosi terutama sejak menuliskan poin kedua. Saya terisak, kemudian sesak begitu menuliskan poin ketiga. 
Hahahahaha kenapa emosi dan mental saya begitu labil?
Lebih baik menarik dan menghembuskan napas sejenak supaya tenang. 
 
Inhale...
Exhale...
 
Kini saya sadar.
Menulis memang ampuh untuk membuat emosi yang selama ini terpendam menjadi mengalir deras, membuatnya menemukan jalan ke luar. 
Menulis itu menenangkan sekaligus kadang mengerikan karena membuat saya tanpa sadar menjadi jujur dengan cara yang tak saya duga sebelumnya.


I'll feel my heart implode
And I'm breaking out
Escaping now
Feeling my faith erode 
 
(Muse - Hysteria)

2 komentar:

  1. Halo halo!
    Saya senang deh bisa menemukan seseorang dengan hobi yang sama (alias menulis /dan/ fanfiction net) ehe, saya juga nulis di sana. Memang paling menyegarkan setelah memuaskan asupan adalah mendapat feedback dari pembaca, 'kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaaaaa makasih udah komen hehehe! Salam kenal ya sesama author fanfiction XD
      Ngikutin fandom apa aja kalau boleh tau?
      Betul banget~ apalagi saya masih newbie jadi kerasa banget sensasi dapet feedback dari pembaca berupa review itu bikin segar dan semangat :D

      Hapus